Senin, 27 Januari 2014

Potret Remaja Berbagai Generasi

   Ada yang bilang masa remaja itu masa yang tak pernah terlupakan. Masa seru-serunya bermain. Kalau kata ortu kita melihat anak saat remaja itu paling ngeselin karena kelabilannya dan emotion imbalance yang disebabkan pubertas, dan  perubahan hormon.
Nah, berbeda generasi melewati masa remaja yang berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungannya. Perubahan di dunia yg cepat ini telah merubah tatanan hidup para remaja. Sebenernya ide ini datang dari Eyang gue yang berumur 89 saat Beliau menceritakan tentang masa remajanya.
   1935-1945: Jaman itu, jaman penjajahan. Pendidikan yang bagus sulit didapat, hanya ada di sekolah Belanda yang bernama HBS. Jaman itu udah ada sih yg namanya ngeband. Tapi ya lagu yodel. Kemana-mana naik sepeda ontel, delman, dan berjalan kaki. Komunikasi dengan kekasih hanya lewat surat. Mendengarkan musik, masih pakai piringan hitam. Ya serba sederhana. Banyak anak remaja yang ikut angkat senjata. Hidup di jaman penjajahan sudah pasti sangat tidak nyaman dan tidak punya kebebasan berkekspresi. Hidup penuh tantangan membuat remaja saat itu menjadi  tegar, kuat, dan memiliki jiwa nasionalisme nya tinggi. Hal itu patut dicontoh.
   1960-1980:  disitu remaja sudah bergaul dengan bermotor. Sekolah bagus mungkin hanya beberapa. Trend pakaian lebih ke arah hippies. Melihat foto foto om gue, rambut gondrong, di-blow masuk, badan ceking, celana cutbray, kemeja ketat dan cowo cowo pakai selop wedges bayangin deh…. Anak gaul di jaman itu pasti punya geng. Cuman, yang dibilang anak gaul memang nggak banyak, jadi jadi anak gaul pasti terkenal. Waktu itu Disko sudah ada. Mendengar musik mulai berkembang pakai kaset, selain piringan hitam. Stasiun TV yang ada hanya TVRI. Bagusnya, pada jaman ini TV hitam putih mulai menjadi berwarna. Ya, masih, berhubungan dengan kekasih dengan surat sih palingan telepon rumah. Kenakalan remaja sudah mulai tampak, tapi hanya menjangkiti sebagian kecil.
1980-1990: Ini jaman ibu gue remaja. Remaja jakarta pasti kenal Lintas Melawai. Setiap hari Minggu Sore ramai dengan mobil anak muda lalu-lalang. Ada yang didandani kayak mobil balap. Nggak cowok, nggak cewek saling pamer untuk cari pacar. Semacam pengakuan untuk gaul gitu. Selain di Lintas Melawai, tempat gaul itu ada di Lomba Slalom Mobil, yg diadakan di Parkir Timur Senayan. Sekolah bagus mulai banyak jumlahnya, baik sekolah negeri ataupun swasta. Remaja saat itu lahir di jaman baby boomer, jadi persaingan jelas mulai terasa ketat, keinginan bebas sudah mulai tampak, tapi karena orangtua mereka lahir pada jaman penjajahan, maka sering terjadi perbedaan soal yang namanya kebebasan. 
Tapi ada bagusnya sih, di jaman itu nilai nilai ketimuran masih cukup terpelihara. Well, dulu mulai jaman skateboard dan sepatu roda. Bahkan ada yang namanya disko sepatu roda bernama Happy Days. Keinginan remaja menjadi orang dewasa sudah sangat kelihatan dari adanya disko di siang hari, kebanyakan pengunjungnya anak-anak remaja karena remaja tidak boleh pergi malam. Dulu, cover lagu sudah ada lho, tapi mereka spesialis meng-cover band tertentu, seperti Solid 80 yg dulu selalu mencover lagu Queen dan masih banyak band band lain. Skateboard sudah datang, biasanya para skateboarder hangout dan bertanding di Taman Surapati. Itu juga jaman rally sepeda. Sudah mulai ada TV swasta dan bioskop 21 baru mulai ada dan menjadi tempat hangout. Dan masih, komunikasi dengan pacar pakai surat dan telepon rumah. Eh, ada deng. Telepon mobil, seperti telepon rumah, tapi adanya ya di mobil. Segala bentuk informasi masih didapat melalui literatur dari buku, majalah, koran,radio dan TV. Kehidupan di kota besar terutama Jakarta dengan kota kota atau daerah lain di Indonesia terasa lumayan berbeda, yang disebabkan informasi yang tidak merata.

  Awal abad 21 : gue mau langsung bahas remaja abad 21 aja, biar kita bisa lihat perbedaan yang luar biasa antara jaman ortu kita sama kita remaja. Yang paling menonjol di jaman kita remaja adalah kita hidup di Era Globalisasi, sehingga nilai kebebasan dalam banyak hal bisa kita rasakan, yang Eyang gue gak pernah rasakan. Teknologi sangat pesat terutama dibidang telekomunikasi. Informasi jadi begitu mudah dengan adanya internet. Udah pasti semua itu ada postitif dan negatifnya. Biar bangsa kita jadi kompetetif memang kecanggihan teknologi informasi sangat dibutuhkan, tapi sayang dengan kemudahan informasi itu juga membuat budaya barat menjadi mempengaruhi remaja kita. Nilai nilai ketimuran jadi goyah di kalangan remaja. Nah ciri dekade ini adalah semua orang pegang HP, merek Hp dan fiturnya pun makin canggih. Orang yang selalu update dgn teknologi harus keluarin uang banyak karena berapa bulan sekali harus ganti HP dan gadget lain. Semua menjadi serba kecil dan mudah, liat aja kl dulu dengerin lagu pake piringan  hitam yang besar itu sekarang pake IPOD atau MP3 yang kecil banget dan bisa memuat ribuan lagu. Pokoknya anak remaja sekarang itu identik dengan anak gadget, bahkan anak balita aja udah main IPAD. Yang bikin geleng geleng kepala adalah saya pernah liat anak kecil yah umurnya kira kira 2 tahun lagi nangis nangis, terus neneknya bilang “IPAD nya mana? Kasih aja biar gak nangis?” kalau dulu gue masih dikasih mainan buat melatih motorik, anak kecil sekarang yang penting bisa pencet pencet, abis semua gadget makin lama makin praktis dan mudah mengoperasikannya. Gue rasa yang ada di film Doraemon lama lama beneran kejadian. Soal bergaul, remaja sekarang sensitif banget sama yang namanya “Gaul”. Lo gak gaul kalo gak punya Facebook, Twitter dan social media lain. Ada positifnya sih, bangun network jadi lebih mudah. Gue banyak punya sahabat di lain kota, padahal gak pernah ketemu muka, semuanya karena social media. Kebebasan berpendapat membuat ortu kadang jadi kewalahan sama anak anaknya. Kl dulu argumentasi dangan ortu hal yang gak wajar, sekarang itu jadi fenomena kehidupan keluarga. Kebebasan berekspresi kalau utk sesuatu yang positif memang boleh, tapi remaja sekarang seneng banget mengekspresikan perasaannya di Social Media. “Galau, nyindir, maki maki” jadi lumrah kita baca di Twitter. Semakin galau semakin menarik perhatian orang.  Sebenernya labil memang dialami hampir semua remaja dari segala jaman. Hanya kelabilan itu menjadi bebas diekspresikan dengan adanya sarana spt social media itu. Hal ini sih masih jadi pro dan kontra dikalangan remaja sendiri. Contohnya gue adalah orang yang menganggap hal hal pribadi gue maupun orang lain itu merupakan hak privasi, jadi bukan tempatnya untuk di share ke orang lain di soc media yang bisa dibaca sejuta umat. Positifnya dari remaja sekarang adalah mereka itu jago jago kl udah berhubungan dengan yg namanya Teknologi, juga lebih kreatif. Seumur kita aja project di sekolah musti bikin film, robot dll. Anak segede gue aja udah pinter buat komposisi musik dengan program komputer. Diakui oleh ortu gue, pelajaran sekarang memang lebih susah dibanding mereka dulu. Pelajaran yang mereka dapet di SMA, sekarang anak SMP aja udah diajarin. Pendidikan juga semakin maju. Sekolah sekarang banyak macemnya dan sangat kompetetif. Remaja sekarang dituntut harus kreatif kalau mau survive, bukan sekedar pinter secara akademik karena persaingan ketat banget. Yang musti diperhatiin juga adalah “having a good attitude is a must “. Oh iya, remaja sekarang dikenal sbg remaja mall, dan kl gaul di Sevel, minumannya slurpee dan kalau pake bahel itu keren, padahal pake behel itu sakit dan menyiksa. Bahkan sekarang banyak remaja pake behel boongan. Maksudnya cuma buat gaya gayaan tanpa ada fungsi. Gue merasa heran waktu gue copot behel, di twitter banyak yang ngeributin kenapa dicopot, ada yg bilang lebih cantik pake behel. Menurut gue itu sih salah banget, yaah tapi namanya trend semua jadi tampak bagus. Kalau remaja sekarang lebih konsumtif, ya pantes aja, karena informasi kayak iklan mudah didapet, udah gitu barang apa aja, yang dulu mungkin harus beli di luar negeri, sekarang dengan gampangnya kita beli. Kemudahan memang bisa membuat anak jadi manja, tapi di dunia yang semakin kompetitif gak ada istilahnya manja kalau mau survive dan sukses. Remaja sekarang disebut Z Generation (bukan karena nama gue huruf depannya Z lho hehe). Cirinya adalah influence datengnya dari temen, bukan dari ortu atau iklan lagi. Yang parah adalah kalau yang jadi reference bukan yang positif. Makanya jadi remaja sekarang musti pinter memilih temen dan informasi, terus jangan gampang ikut ikutan. Kalau yg diikutin positif sih bagus, tapi kalau yang diikutin negatif, yang ada nanti tawuran dan hal hal negatif yang jadi marak berkembang. Aduh itu “tawuran” gak penting banget deh. Bicara trend, sekarang lagi trend nya korea dari musik dan fashion. Yang jadi pertanyaan, kapan ya Indonesia jadi kilblat trend dunia?

Sebenernya gue nulis ini hanya sekedar mengingatkan bahwa perkembangan jaman begitu cepat, ada positif dan ada negatifnya. Mungkin nanti kalau gue punya anak terus baca tulisan gue ini, dia gak ngerti karena semua kok beda banget ya. Perubahan itu adalah hal yang pasti, nah yang penting kita selalu bisa mengikutinya dengan positif. Ayo jadilah #GENERASIBERANIMELANGKAH yang bisa membanggakan buat Indonesia.

Sumber of @Zahra Damariva

Sabtu, 18 Januari 2014

Masalah Pemerintah Di Indonesia dan Solusinya

   Hingga saat ini masalah pendidikan masih menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69 dari 127 negara dan merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).
   Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
   Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai. 



  
   Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
  Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.
  



   Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai.
    Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.



   
   Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun 2013 yang akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok pada Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik beberapa bulan sebelumnya.
    Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama.

 


    Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia. Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah dan pihak terkait.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan. 
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah. 


sumber of @Rendik Setiawan